![]() |
Gambar istimewa, Sekertaris GPM Egit Setiawana |
JAKARTA – Dugaan suap dalam pemilihan Wakil Bupati (Pilwabup) Kolaka Timur 2022 semakin terang setelah dua mantan anggota DPRD Koltim mengakui menerima uang demi memenangkan Abdul Azis.
Meski demikian, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka hingga kini belum mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), memicu sorotan tajam dari Gerakan Pemuda dan Mahasiswa (GPM) Sultra-Jakarta.
Pengakuan soal aliran dana mencurigakan itu terungkap dalam pemeriksaan lima mantan legislator Koltim periode 2019–2024 oleh penyidik Kejari Kolaka pada Kamis (13/2/2025).
Dari mereka, Yudho Handoko dan Rosdiana secara terbuka mengakui menerima uang dalam pecahan dolar, bahkan disertai ponsel untuk merekam pilihan mereka di bilik suara.
Rosdiana menjelaskan bahwa dirinya menerima uang saat karantina di sebuah hotel di Kolaka, dua hari sebelum pemilihan. Sementara itu, Yudho Handoko mengungkapkan bahwa ia diperkenalkan kepada Abdul Azis oleh seorang anggota kepolisian sebelum akhirnya menerima amplop putih berisi uang dalam pecahan dolar.
Meski ada pengakuan ini, langkah hukum dari Kejari Kolaka dinilai lamban. Egit Setiawan, Sekretaris GPM Sultra Jakarta, yang mengadukan kasus ini ke Kejaksaan Agung RI pada 17 September 2024, mempertanyakan mengapa SPDP belum juga dikeluarkan.
Ia membenarkan bahwa pihaknya telah menerima surat tindak lanjut dari Kejagung RI pada 25 November 2024, tetapi hingga kini perkembangan penyelidikan di tingkat Kejari Kolaka masih belum jelas.
Lebih lanjut, Egit mengungkapkan bahwa dirinya juga dipanggil untuk klarifikasi oleh Kejari Kolaka pada 3 Februari 2025, namun belum bisa memenuhinya. Ia memastikan akan melampirkan tambahan alat bukti langsung ke Kejagung RI guna memperkuat laporan mereka.
"Kami serahkan kasus ini ke Kejagung RI. Apalagi, terlapor adalah Bupati definitif sekaligus bupati terpilih dalam Pilkada 2024 lalu. Kami akan terus pressure melalui gerakan aksi di Kejagung," tegas Egit.
Kasus ini terus menjadi perhatian publik, terutama terkait integritas proses demokrasi di Kolaka Timur.
Sementara itu, pihak Kejari Kolaka masih belum memberikan pernyataan resmi mengenai alasan lambannya proses hukum kasus ini.