Iklan

terkini

Ketimpangan dan Diskriminasi di Indonesia, Saatnya Mengakui Rasisme Struktural Terhadap Masyarakat Timur?!

Admin RP
, September 09, 2024 WIB Last Updated 2024-09-09T08:07:41Z
Foto: sirvev


JAKARTA - 9 September 2024 Indonesia sering membanggakan diri sebagai bangsa yang beragam, dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika." Namun, semboyan ini sering kali hanya menjadi jargon kosong ketika kita melihat kenyataan pahit diskriminasi dan ketidakadilan struktural yang dialami oleh masyarakat Indonesia Timur. Sudah saatnya kita berhenti berpura-pura bahwa rasisme hanyalah masalah Barat dan mengakui bahwa di Indonesia, kita juga punya masalah besar—rasisme terhadap orang-orang dari Indonesia Timur, terutama Papua.


Realitas Ketidakadilan yang Sistematis


Pertama-tama, mari kita bicara soal pembangunan. Pemerintah pusat di Jakarta dan masyarakat Indonesia Barat pada umumnya sering memperlakukan Indonesia Timur seperti koloni dalam negeri. Wilayah-wilayah seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara adalah lumbung kekayaan alam—emas, tembaga, minyak, dan gas bumi yang tak terhitung nilainya telah disedot keluar dari tanah mereka. Namun, apa yang diberikan kembali? Infrastruktur yang minim, pendidikan yang tertinggal, dan standar hidup yang jauh dari layak. Bagaimana mungkin wilayah yang begitu kaya sumber daya bisa tetap miskin? Jawabannya jelas: eksploitasi dan ketidakpedulian sistemik.


Stereotip yang Menghancurkan


Lebih buruk lagi, orang Indonesia Timur sering kali dilabeli dengan stereotip yang merendahkan. Mereka dianggap "kasar," "primitif," bahkan "pemalas" oleh beberapa orang di Indonesia Barat. Ini adalah pandangan rasis yang sudah mendarah daging, namun jarang sekali diakui. Bagaimana mungkin bangsa ini bisa maju kalau sebagian warganya masih dilihat sebagai warga kelas dua? Bayangkan, seseorang dari Papua atau Maluku yang berjalan di jalanan Jakarta sering kali langsung dikenali dan diberi label hanya karena ciri fisik mereka—kulit gelap dan rambut keriting.


Kejadian kekerasan rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 2019 adalah bukti nyata bahwa rasisme di Indonesia bukan hanya sebuah masalah kecil yang tersembunyi. Insiden tersebut seharusnya mengguncang nurani bangsa ini, namun yang terjadi? Sebagian besar orang lebih memilih diam, dan pemerintah merespons dengan cara yang biasa: janji kosong tanpa perubahan nyata.


Ketidakadilan di Dunia Kerja


Mari kita bicara soal diskriminasi di dunia kerja. Orang dari Indonesia Timur seringkali dipandang sebelah mata dalam kompetisi karier. Ada kesan bahwa mereka tidak kompeten atau kurang terdidik. Sementara itu, mereka yang berjuang keras untuk mendapatkan pendidikan di luar wilayah mereka masih harus menghadapi prasangka di kota-kota besar. Seolah-olah, lulusan Papua atau Nusa Tenggara tidak memiliki hak yang sama dengan mereka yang lahir dan besar di Jawa atau Sumatra. Ini adalah bentuk rasisme yang lebih halus, namun dampaknya sangat nyata: terbatasnya kesempatan untuk maju.


Wajah Kemunafikan: Bhinneka Tunggal Ika?


Indonesia sering memasarkan diri sebagai bangsa yang beragam dan inklusif, tetapi apakah kita benar-benar hidup sesuai dengan nilai-nilai tersebut? Jawabannya adalah tidak. Selama kita masih memandang masyarakat Indonesia Timur sebagai 'lain'—sebagai pihak yang harus disesuaikan dengan 'standar Jawa' atau 'norma Barat'—kita adalah bangsa yang penuh kemunafikan. Kita mengagumi budaya mereka saat tampil di acara-acara kesenian nasional, namun di belakang layar, mereka kita pandang sebagai beban atau bahkan ancaman.


Kapan Indonesia Akan Berubah?


Kapan Indonesia Barat akan berhenti melihat Indonesia Timur sebagai "saudara jauh" yang perlu dikasihani, atau lebih buruk lagi, dieksploitasi? Kapan kita akan mengakui bahwa rasisme dan ketidakadilan ini adalah hasil dari struktur yang dibangun oleh elit politik dan ekonomi yang tidak peduli pada keadilan sosial? Orang-orang dari Indonesia Timur tidak butuh simpati kosong atau janji pembangunan infrastruktur yang tidak pernah tiba. Mereka butuh pengakuan bahwa mereka diperlakukan tidak adil selama ini, dan lebih penting lagi, mereka butuh keadilan yang nyata.


Saatnya Revolusi Mental


Presiden Joko Widodo pernah berbicara tentang "revolusi mental." Tapi apa artinya revolusi mental kalau rasisme terhadap saudara-saudara kita di Indonesia Timur masih dibiarkan? Apa artinya "NKRI Harga Mati" kalau sebagian besar masyarakat Indonesia diperlakukan seolah mereka tidak setara? Saatnya kita berhenti bicara manis tentang persatuan dan mulai mengambil tindakan nyata untuk mengatasi rasisme dan ketidakadilan struktural di negeri ini. Indonesia tidak akan benar-benar maju sebelum kita bisa melihat setiap warga negaranya—terlepas dari asal atau warna kulit—sebagai setara.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Ketimpangan dan Diskriminasi di Indonesia, Saatnya Mengakui Rasisme Struktural Terhadap Masyarakat Timur?!

Terkini

Iklan