Iklan

terkini

Menyikapi UU Omnibus Law, Sekretaris FSBDSI: Buruh Tidak Boleh Emosional dan Sentimental

Admin RP
, Agustus 08, 2022 WIB Last Updated 2023-02-08T16:38:11Z
Sumber Foto: legalitas.co.id


Jakarta - Sekretaris Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI) Kota Bekasi Purwadi menyikapi masih adanya aksi atau reaksi dari banyak buruh soal Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker). UU yang sudah disahkan oleh pemerintah dan DPR RI pada 5 Oktober 2020 ini diprotes berbagai kalangan (sampai saat ini masih berlanjut)—banyak yang menggalang petisi dan demontrasi.


“Protes apa pun dibenarkan dalam demokrasi sepanjang tidak menyalahi kaidah hukum yang berlaku,” demikian keterangannya, kepada salah satu media patner yaitu parade.id, pada Minggu 7/08/2022 Malam


Related posts Bergabungnya TGB ke Perindo Tidak Bisa Dianggap Remeh, Kata Pengamat Politik Bergabungnya TGB ke Perindo Tidak Bisa Dianggap Remeh, Kata Pengamat Politik  2022-08-08 Mahfud Membolehkan Front Pejuang Islam Berdiri Pengamat Menyoal Dana Pemilu 2024, Ini Jawaban Menko Polhukam 2022-08-08


Namun demikian, lanjut dia, buruh mesti sikap bijaksana dalam menyikapi kontroversi UU cipta kerja ini. Tidak boleh emosional dan sentimental, apalagi hanya termakan oleh hasutan pihak tertentu yang punya agenda terselubung (hidden agenda) guna mengacaukan situasi di tengah pandemi.


Sebenarnya, kata dia, secara regulatif, jika ada pihak yang merasa tidak puas, cukup menggunakan jalur prosedur konstitusional.


“Semua instrumen cukup tersedia baik yang formal bersengketa di pengadilan hukum maupun non formal seperti protes jalanan. Tapi jangan anarkis dan merusak fasilitas umum.”


Pada tahap ini kata dia, penting kiranya semua pihak berpikir jernih dan rasional. Jangan sampai protes tetapi tidak dibekali dengan pengetahuan memadai subtansi isunya.


“Pemerintah dan DPR tentu tidak mungkin mempertaruhkan kredibilitas mereka mengesahkan UU yang merugikan rakyat. Pasti punya niat baik untuk menarik investor luar berdatangan, membuka lapangan kerja dan menstimulasi ekonomi di tengah pandemi Covid-19.”


“Butuh kesabaran tingkat dewa menunggu realisasi kebijakan politik, biar waktu yang akan menjawab,” sambungnya.


Buruh, mahasiswa, civil sociaty dan komponen politik lainnya bisa melakukan upaya hukum menolak semua atau menolak sebagian regulasi, tinggal sediakan data kuat serta siap berdebat secara subtansinya nanti.


Hal lain yang bisa dilakukan adalah protes jalanan berdemonstrasi namun tentunya harus sesuai dengan koridor hukum, jangan bertindak anarkis, merusak dan provokatif.


Demo bukan perkara mudah, bukan semata teriak dan gelar spanduk, namun butuh kajian yang mendalam dari setiap issu yang di perjuangkan di jalanan.


“Begitulah sejatinya ksataria demokrasi, memanfaatkan sedikit celah memperjuangkan kepentingan politik lainnya. Kalah menang urusan belakang, intinya jangan kalah sebelum bertanding.”


Terlepas dari kontroversi UU cipta kerja menjadi ajang pertaruhan terakhir, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, yakni menarik investor, membuka lapangan kerja serta menggairahkan kembali sektor ekonomi, ada 2 (dua) tahun lagi waktu tersisa untuk membuktikan semuanya. Jangan keburu berkonklusi bahwa peraturan ini merugikan rakyat.


“Berikan kesempatan yang luas kepada pemerintah untuk merealisasikan semua keputusan UU tersebut,” pungkasnya.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Menyikapi UU Omnibus Law, Sekretaris FSBDSI: Buruh Tidak Boleh Emosional dan Sentimental

Terkini

Iklan