 |
| Foto: Pertambangan Ilegal Gunung Botak |
JAKARTA - Kerugian negara akibat illegal mining di Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) Pulau Buru, diestimasi mencapai triliun/tahun atau sepanjang 2013-2022.
Ketua Umum HMI MPO Cabang Jakarta, Arnol Hairun Tasane mengakui kerugian akibat kegiatan pertambangan ilegal, dan melanggar UU No 4 Tahun 2009 Junto UU No 3 Tahun 2020 tentang minerba di Lokasi Gunung Botak, Gogorea dan Gunung Nona sangatlah besar. Hal tersebut terungkap dari temuan Ombusman Republik Indonesia 2017 lalu.
"(Kerugian) Tidak hanya dari illegal Mining, tetapi juga karena mereka membuang kembali hasil pengolahan emas seperti Tromol yang membuang hasil sisa olahan menggunakan Mercuri. Juga pengolahan menggunakan tong yang masif memakai Sianida," tuturnya, Jumat (17/6/2022).
Salah satu efek adalah pencemaran lingkungan, lanjutnya, yakni setiap hari Mercuri dan sianida di buang ke lingkungan pada aktivitas pengolahan tersebut.
"Rencana tata kelola dan pengangkatan Mercuri dan sianida oleh Dinas ESDM melibatkan PT.BPS, PT.CCP, PT.SS, dan PT.PIP rupanya hanya modus mengeruk material emas bukan mengangkat sendimen Mercuri dan sianida. Kegiatan seperti normalisasi sungai berdasarkan petunjuk pelaksanaan tender dan mereka melakukan sosialisasi dengan para pelaku usaha dan penambang yang berakhir pengusiran paksa dari area pertambangan tahun 2015," kata Arnold.
Sebelumnya, Aparat keamanan Polda Maluku, Polres Buru di bantu Polsek Waeapo menertibkan penambang liar. Namun, aktivitas terus dilakukan di lokasi tambang ilegal dengan modus penjualan kartu oleh panitia.
"Dari berbagai jenis illegal mining yang dilakukan penambang paling banyak adalah dengan cara Rendaman, Siraman, Dompeng, Tembak Larut, Kodok dan Tong," ujar Arnold.
Menurutnya, dengan modus tersebut selain dapat emas, para pengusaha liar juga turut diutungkan karena dapat membeli emas dari penambang.
